Pistol
Air
Kau hadir setiap hari
Sabtu. Selalu tak lupa menembak mataku yang kelelahan mengunjungi tidur siang.
Kau guyur dengan pistolmu yang matang. Sebagai air yang sudah melupakan jika
dirinya basah. Kau ingat, sorenya kau menawariku seorang perempuan yang sangat
bangga menyirami perasaannya sendiri. Kata perempuan itu, dunia berasal dari
napas tembakau: kehidupan yang tak tahan menjadi boneka. Ia juga sempat
bercerita, jika malam-malam pada hari Sabtu kerap sering mencurigai pagi
terlalu terburu mencari peribadatan baru. Hingga akhirnya kau memilih ditembaki
banyak pistol, yang tak lagi berisi air.
Bilik Revolusi, Januari 2015
Air Mata yang Hilang
Ceritakan kepadaku, bagaimana air mata
hilang selepas hujan menggujur pipimu yang berwarna keemasan. Di situ, banyak
ditemui duka-duka yang merindukan
bapaknya. Sontak
kau menangis. Kau tak cukup perasaan, karena mulut di hatimu kini sudah
terlalu dipenuhi daging-daging yang mengental akibat kekurangan bahan bakar. Hingga akhirnya kau muncul sebagai
bayangan. Air mata tetap hilang, dan kau hanya menjadi beban yang panjang.
Semakin kehilangan banyak tangan.
Bilik Revolusi, Januari 2015
Tabrakan
Ada yang bertabrakan di lenganmu, Kawan.
Mereka anak-anak kecil yang sering berdoa di bawah hujan. Ada yang bertamasya
di dadamu, Kawan. Mereka remaja-remaja yang rajin membaca kematian di tengadah
tangan. Ada yang berdansa di telingamu, Kawan. Mereka para dewasa ahli
bernyanyi di ruang sembunyi-sembunyi. Ada yang bertepuk tangan di keningmu,
Kawan. Mereka para pengasah pedang, mengintai luka-lukamu di kening yang berlubang. Hingga akhirnya
banyak yang belum kau ketahui tentang tubuhmu yang bersembunyi, Kawan. Di dalamnya banyak ditemukan tubuh-tubuh yang mencurigaimu diam-diam. Di balik jendela
kamar-kamarnya, mereka berjamaah mengintai takdir yang lupa direncanakan. Tabrakan terjadi di mana-mana. Di kakimu, di
jantungmu, bahkan di urat lehermu.
Bilik Revolusi, Januari 2015
Ada yang Mati di Keningmu
Ada yang tiba-tiba mati di keningmu, Kawan.
Ia pohon berwarna emas yang pernah dilahirkan dari lengan yang panjang. Akarnya
menjalar sebagai takdir yang dipertemukan sehari setelah jadwal kematian. Kau tahu,
batangnya menyerupai bayi yang kehilangan hidung. Rantingnya melambangkan jari-jari tangan penari
yang khusyuk mendoakan nasib penonton. Dan di sekelilingnya,
pemakaman-pemakaman telah menunda prosesi kematiannya. Lalu orang-orang mendirikan tenda di keningmu.
Sebagai diri yang pura-pura berdoa.
Bilik Revolusi, Januari 2015
Seorang Luka
Ada yang belum sempurna di balik
luka-lukamu. Mereka nampak paling malas menemukan dadamu. Kau harus tahu, siapa laki-laki yang
selama ini mendoakanmu sebagai daun. Dialah yang menamai
dirinya sebagai luka. Seorang luka yang memiliki teman bernama luka pula.
Mereka adalah luka-luka yang katanya selalu tumbuh setiap
hendak tidur. Mereka lah luka-luka yang
selalu bersetia terhadap ramalan menuju takdir menjelang mimpimu sebelum terluka. Ketika kau bangun, ada luka yang menjawab dirinya sebagai siluman. Hingga
akhirnya kau tak tahu apa-apa. Semua luka menjadi binasa di luar kepada.
Bilik Revolusi, Januari 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar