Sosok muda berperawakan kurus. Tatapan mata sayu.
Misterius dan introvert. Barangkali sederet itu kesan pertama yang bakal kita
tangkap ketika berhadapan dengan penulis muda yang akrab dipanggil Naka ini. Ia
sangat meyakini, jika menulis baginya merupakan bagian dari takdir kecil dalam
hidupnya. Baginya, menulis adalah membunuh kesia-siaan.
Ia lahir di Kendal, 4 Februari 1989. Pendidikan
formal diawalinya di TK Dahlia Sidorejo (1994), SD N Penjalin (2001), SMP N 2
Brangsong (2004), SMA N 2 Kendal (2007). Kemudian melanjutkan studi di
Semarang, Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
IKIP PGRI Semarang (2011) dan Prodi
Pendidikan Bahasa Indonesia Program Pascasarjana Universitas Negeri Semarang
(2014).
Naka mengaku lebih banyak menghabiskan waktu
sendirian untuk menemukan gagasan-gagasan barunya dalam proses kreatif sebelum
ia aktualisasikan bersama teman-teman komunitasnya. Ia mengaku tergolong
introvert, namun ia sangat terbuka ketika dihadapkan dalam komunitas atau
hubungan yang lebih luas. Penyendiri baginya hanyalah sebatas kontemplasi diri
agar menemukan titik fokus dalam setiap pengambilan keputusan terpenting dan proses-proses
kehidupannya. Namun setelah kita membaur dengannya, pelan-pelan ia akan kita
kenal sebagai sosok yang terbuka.
Ia mengaku, menjalani proses kreatif menulis sudah
sejak masih duduk di bangku SMP. Namun ia merasa telah serius menekuni menulis ketika
SMA. Karya pertamanya berbentuk puisi dimuat di majalah sastra Horison dengan membawa nama SMA N 2
Kendal. Baginya itulah awal dari proses kreatifnya, semua tak lain adalah
berkat kegigihan salah seorang guru Bahasa Indonesia dan guru sejarah di
sekolahnya tersebut. Hingga akhirnya ia semakin gigih menulis puisi dan kerap
kali dimuat di beberapa koran dan majalah.
Setelah lulus SMA, ia mengaku tidak hanya
menghabiskan hari-harinya di kampus saja. Ia tak puas jika hanya memperoleh
pengetahuan di kelas saja. Maka hal tersebut yang mendorongnya untuk memilih
berproses bersama di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Teater Gema. Karena baginya,
teater merupakan ruang kesenian yang begitu kompleks. Terbukti, melalui teater,
ia dapat berproses banyak hal. Dari mulai mengasah kemampuannya dalam menulis
naskah drama, menjadi aktor, menyutradarai, hingga mengelola manajemen
pertunjukan seutuhnya.
Setelah berjalan satu tahun berkuliah dan
berproses di Teater Gema, ternyata ada hal-hal yang menurutnya perlu
dikembangkan lebih serius di luar organisasi kampus. Akhirnya bersama beberapa
teman seangkatan kuliahnya, ia membentuk komunitas sastra yang bernama Lembah
Kelelawar. Melalui komunitas sastra ini, banyak hal yang telah dicapainya. Dari
mulai penyelenggaraan festival dan diskusi-diskusi internal, hingga membawanya
tergabung dalam beberapa pembukuan antologi puisi dan cerpen.
Beberapa puisinya dibukukan dalam antologi Kursi Yang Malas Menunggu (2010), Antologi Puisi Festival Bulan Purnama
Majapahit Trowulan (2010), Beternak Penyair (2011), Merajut Sunyi Membaca Nurani, Antologi Puisi Dwibahasa (Indonesia–Inggris) “Poetry Poetry From 226 Indonesian Poets: Flows Into The Sink Into The Gutter” (2012), Antologi Puisi Dari
Sragen Memandang Indonesia (2012), dan Sogokan Kepada Tuhan (2012).
Kemudian beberapa cerpennya
dibukukan dalam antologi Bila Bulan Jatuh
Cinta (2009), Bukan Perempuan (2010),
Antologi Cerpen Festival Bulan Purnama
Majapahit Trowulan (2010), Tanda (2010),
Tatapan Mata Boneka (2011), dan Perempuan Bersayap di Kota Seba (2011).
Esainya
berjudul Guru Saya Rajin Minum Susu
tergabung dalam buku kumpulan esai Mengingat
Guru UKM KIAS (2012). Naskah dramanya “Pondok Kecapi” dibukukan dalam kumpulan “Kitab Lakon #1 Dongeng negeri Dongeng” Teater Gema IKIP PGRI
Semarang (2012).
Naka dalam hal ini merupakan salah seorang yang
meyakini bahwa sebagai manusia tidaklah cukup jika hanya menjalani dunia
akademis saja. Jenjang pendidikan tinggi baginya memang sangat penting, namun
proses kreatif yang menunjang akademis itu juga tak kalah penting. Maka ia
merupakan salah seorang dari tak banyak orang yang memperjuangkan proses
kreatif bersama komunitas sastra dan sanggar-sanggar kesenian ketika harus
bersamaan memperjuangkan proses studi lanjutnya. Beberapa komunitas dan
sanggar-sanggar kesenian serta media cetak sangat lekat dengan perjalanan
proses kreatifnya di antaranya Rumah Diksi Kendal, Jarak Dekat Kendal, Koran Barometer, Majalah Gradasi SMK N 11 Semarang, Majalah Oasis SMA N 2 Kendal, dan Majalah Ekspresi SMA N 1 Semarang.
Berkat pengalaman akademik dan proses kreatifnya
tersebut, akhirnya mampu membawa karya-karyanya berupa puisi, cerpen, dan
esainya dimuat di beberapa media lokal dan nasional, di antaranya Media Indonesia, Jawa Pos, Pikiran Rakyat,
Suara Merdeka, dan Rakyat Jateng. Berkat
pengalaman akademik dan proses kreatifnya pula, ia mendapat kepercayaan untuk
bergabung dengan tim menulis buku pelajaran Bahasa Indonesia. Di antaranya
menulis buku Lembar Belajar Tematik
Bahasa Indonesia SD Kelas 1 dan Kelas 5 Kurikulum 2013 dari Penerbit Grasindo Jakarta (2013). Lalu juga pada
tahun ini mendapat kepercayaan pula dari Penerbit Duta Bandung untuk menulis
buku teks Bahasa Indonesia SMA Kelas X, XI dan XII Kurikulum 2006.
Selain itu, pada tahun ajaran 2014/2015, ia
dipercaya untuk mengajar MKU Bahasa Indonesia sebagai Dosen Luar Biasa di
Universitas Semarang (USM), pengampu mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMK
Yayasan Pharmasi Semarang, dan menjadi tutor mata kuliah Materi dan
Pembelajaran Bahasa Indonesia SD di Unit Program Belajar Jarak Jauh (UPBJJ)
Universitas Terbuka Semarang. Lalu pada tahun 2015 ini, ia membulatkan tekatnya
untuk mengikuti seleksi penerimaan dosen Universitas PGRI Semarang 2015.
Akhirnya ia diterima menjadi dosen pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia. Ia berharap dapat sepenuhnya mengabdikan diri dengan mengampu
mata kuliah yang sedikit banyak telah ia lakukan dalam proses kreatif
sebelumnya. Di antaranya mata kuliah proses kreatif, menulis puisi, menulis
cerpen, kritik sastra, pembelajaran apresiasi puisi, pembelajaran apresiasi
cerpen, pembelajaran drama, telaah kurikulum, dan telaah buku teks. Aktivitas
lainnya sesekali mengisi pelatihan menulis kreatif, jurnalistik, workshop
teater di berbagai sekolah dan perguruan tinggi serta menjadi juri baca puisi
dan menulis puisi.***
*Tulisan ini diambil dari buku Muda Cendekia 34 Inspirasi Universitas PGRI Semarang (Universitas PGRI Semarang Press, Juli 2015)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar