Ikhtiar Pemerataan Label Sekolah
Oleh Setia
Naka Andrian
Dewasa
ini, sekolah favorit semakin menjadi incaran segenap orangtua siswa untuk menyekolahkan
anak-anaknya. Sekolah label favorit ibarat menjadi muara bagi siswa-siswa
unggulan dari jenjang pendidikan sebelumnya.
Sekolah
unggulan barang tentu sudah dengan sekuat tenaga membuka pendaftaran dengan berbagai
jalur. Dari mulai jalur siswa berprestasi, jalur reguler, dan jalur khusus. Jalur
berprestasi yang sudah dibuka akhir semester sebelum siswa lulus, lalu
berikutnya ada jalur reguler, dan jalur khusus bila diperlukan.
Lalu
bagaimana nasib sekolah lainnya yang notabene belum menyandang label favorit.
Bagaimana pula nasib sekolah-sekolah pinggiran yang berada di daerah pelosok. Tentu
kita ingat, tidak lama ini persoalan pendistribusian buku teks Kurikulum 2013 mengalami
keterlambatan bagi daerah-daerah terpencil.
Belum
lagi mengenai pembelajaran Scientific
Approach (pendekatan ilmiah) yang terpatri dalam Kurikulum 2013 tersebut.
Dalam pendekatan saintifik, siswa dituntut untuk menggali banyak informasi
melaui pengamatan, bertanya, percobaan, dan lain sebagainya. Termasuk yang
menjadi momok perihal penggunaan internet dalam mencari informasi. Bagi siswa
perkotaan hal tersebut tidak menjadi persoalan, namun menjadi masalah besar bagi
siswa di pedalaman yang sangat jauh dari internet.
Nasib
sekolah yang belum menyandang label favorit atau sekolah pinggiran pun tentu
akan semakin terpinggirkan. Sekolah tersebut semakin dijauhi, diabaikan, dan
menjadi pilihan terakhir bagi siswa pencari sekolah lanjutan. Bahkan hanya
siswa sisa-sisa saja yang akhirnya memilih untuk berproses di sekolah yang
belum menyandang label favorit tersebut.
Standar Sekolah
Favorit
Sekolah
favorit dinilai telah memenuhi delapan standar yang ditetapkan Badan Standar
Nasional Pendidikan (BSNP). Kepala Sub Direktorat Pembelajaran, Direktorat
Pembinaan SMA Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Eko Warisdiono (SM, 1/9)
mengatakan, seharusnya setiap sekolah berpeluang menjadi favorit.
Barang
tentu sekolah harus mampu memenuhi Standar Kompetensi Lulusan, Standar Isi, Standar
Proses, Standar Pendidikan dan Tenaga Kependidikan, Standar Sarana dan
Prasarana, Standar Pengelolaan, Standar Pembiayaan Pendidikan, dan Standar
Penilaian Pendidikan.
Pemerintah
mempunyai tugas yang sangat berat jika label sekolah hendak disamaratakan. Kedelapan
standar tersebut pun harus terpenuhi. Pemerintah tentunya tidak hanya bertugas mempertajam
pisau ukurnya dalam BSNP saja.
Pemerintah
harus pula mencambuk banyak pihak untuk memeratakan standar nasional pendidikan
tersebut. Misalnya bagi dinas pendidikan kabupaten/kota dan pihak-pihak lain di
bawahnya, termasuk dalam lingkup sekolah, untuk lebih gencar lagi menggenjot
kinerjanya. Dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan terkait perwujudan
pendidikan nasional yang bermutu.
Hal tersebut
tentu sangat klop dengan tujuan BSNP. Menjamin mutu pendidikan nasional dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat. Jika ada yang kurang atau belum tepat, maka selanjutnya
akan disempurnakan secara terencana, terarah, dan berkelanjutan sesuai dengan
tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global.
Selanjutnya
diharapkan mampu mewujudkan cita-cita yang termaktub dalam Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Pasal
3). Bahwa pendidikan nasional yang bermutu diarahkan untuk pengembangan potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Lantas,
akankah pemerataan tersebut dapat terlaksana? Jika benar-benar hendak
dilaksanakan, barang tentu hal tersebut merupakan cita-cita yang sangat mulia.
Kita tidak lagi menemukan sekolah dengan label-label tertentu. Tidak akan kita
temukan sekolah favorit, sekolah standar nasional, sekolah standar internasional,
dan lain sebagainya. Semua sekolah sama, baik fasilitas, manajemen pengelolaan,
siswa, dan sumber daya pengajarnya. Semoga.***
─Setia Naka
Andrian, penyair kelahiran Kendal, dosen Fakultas Pendidikan Bahasa dan
Seni Universitas PGRI Semarang (UPGRIS).
2 komentar:
setuju pak, hee
haha ya mas fasikin, makasih
Posting Komentar