Peneladanan Dharma Perguruan Tinggi
Oleh Setia
Naka Andrian
Barangkali memang benar yang
diungkapkan Rektor Upgris, Dr Muhdi SH MHum, dalam kesempatan tidak lama ini
yang diikuti penulis pada orientasi dosen baru. Muhdi menggedor dada para dosen
baru, “Jika dosen hanya mengajar saja, dosen itu ibarat tukang becak!”
Dosen yang hanya mengajar,
barang tentu masih sebatas pekerja keras saja. Ia hanya menunaikan tugas
pengajar. Memeras segalanya untuk menghadapi mahasiswa di kelas. Sudah sampai
itu saja. Apakah itu salah? Tentu tidak salah. Namun, dosen sebagai ‘masyarakat’
perguruan tinggi (PT) mengemban tugas menunaikan Tri Dharma Perguruan Tinggi.
Dosen tidak bertugas sebagai pengajar saja, ia juga harus melakukan
penelitian serta pengabdian masyarakat.
Pertama, dosen melakukan
pendidikan/pengajaran. Kedua, penelitian dilakukan untuk menemukan atau
membuktikan segala sesuatu secara ilmiah. Ketiga, pengabdian dilakukan untuk
menerapkan ilmu kepada masyarakat lebih luas. Ketiga dharma tersebut jika sudah
dilaksanakan, maka lengkap sudah kewajiban, tugas hidup, dan kebajikan sebagai
dosen. Namun setelah diselami oleh berbagai PT di negeri ini, tiga dharma itu
saja ternyata belum cukup untuk menciptakan pendidikan yang lebih baik. Ada
dharma keempat yang perlu ditambahkan oleh berbagai PT atas dasar karakternya
masing-masing.
Misalnya PT agama
menambahkan dharma pengembangan yang bersumber pada kitab suci agama tertentu, PT berbasis kewirausahaan diterapkan dharma kewirausahaan, PT berbasis
pendidikan menambahkan dharma peneladanan, kebudayaan dan lain sebagainya. Barang tentu, terkait dasar dan latar belakang dari PT, melalui dharma keempat mahasiswa beserta segenap masyarakat
kampus digiring melalui mata kuliah dan aktivitas-aktivitas tertentu untuk
mewujudkan visi-misi kampus dengan karakternya masing-masing. Dengan masih bertumpu pada pendidikan sebagai ikhtiar memanusiakan
manusia. Mewujudkan manusia sebagai kaum yang unggul dan terpelajar.
Peran Lingkungan Akademis dalam
Peneladanan
Lingkungan akademis menjadi
tulang punggung perkembangan pendidikan. PT berperan sepenuhnya dalam
pengokohan mutu pendidikan sesuai dengan visi-misinya guna mencetak sumber daya
manusia yang kreatif, inovatif, unggul, berbudi luhur dan melek iptek. Jika
perguruan tinggi diibaratkan sebagai sebuah kereta api, maka para dosen
merupakan segenap gerbong yang memuat mahasiswa. Setelah dosen mampu menunaikan
tri dharma, maka dosen perlu meneladankan. Dharma peneladanan tentu menjadi
keutamaan dari dharma-dharma lainnya.
Apa guna pengajaran tanpa
peneladanan, apa guna penelitian tanpa peneladanan, dan apa pula guna
pengabdian tanpa peneladanan. Segala dharma itu bermuara pada peneladanan.
Bahkan tidak berarti apa-apa nilai dharma kewirausahaan, pendidikan,
kebudayaan, moral dan dharma keagamaan jika tanpa ada langkah peneladaan.
Dharma peneladanan mengontrol mana yang patut ditiru atau yang baik untuk
dicontoh dan mana yang tidak patut. Mengenai ketekunan belajar, prestasi,
moral, nilai-nilai kebudayaan, agama dan kebaikan-kebaikan lain yang tentunya
menjadi peneladanan yang baik.
Barangkali, sampai saat ini
masyarakat kita masih yakin dengan pembelajaran melalui contoh. Segala sesuatu
akan lebih mudah dipahami jika disampaikan melalui contoh. Barang tentu secara
sederhana dapat disimpulkan, seseorang yang ingin pandai menulis, maka harus
membaca karya-karya tulis. Seseorang yang ingin pandai berbicara, tentunya
harus menjadi pendengar yang baik.
Dalam hal ini, PT memiliki
tanggung jawab yang sangat besar terhadap generasi muda yang merupakan penentu
masa depan bangsa. Jika generasi muda berkualitas rendah atau lemah dalam hal
fisik maupun mental, maka dapat dipastikan suatu bangsa akan stagnan atau
bahkan hancur dengan sendirinya. Mereka akan kebingungan ketika berhadapan
dengan bangsa lain terkait kompetisi bidang ilmu pengetahuan dan teknologi,
ekonomi, sosial, politik, keamanan, prestasi olahraga, kekayaan budaya, dan
lain sebagainya. Sebaliknya, jika suatu bangsa ditopang oleh generasi bangsa
yang kuat dalam hal ilmu pengetahuan dan teknologi, maka bangsa tersebut akan
menjadi bangsa yang berwibawa, berdikari, berdaulat, dan tentunya akan siap
menghadapi persaingan global dengan bangsa-bangsa lain.
Dengan menaruh harapan besar
melalui sebuah peneladanan, perguruan tinggi akan melahirkan generasi unggul
yang mampu bersaing pada masa yang akan datang. Generasi pencipta, pemberi, dan
penjaga makna kehidupan. Bukan menjadi generasi semacam yang dialami Sisifus
dalam mitologi Yunani. Sisifus yang terus menerus mendorong sebuah batu besar
sampai ke puncak sebuah gunung. Lalu dari puncak gunung, batu itu akan jatuh ke
bawah oleh beratnya sendiri.
Sisifus dikutuk untuk
selama-lamanya mengulangi tugas yang sia-sia. Berulang kali begitu. Mendorong
batu ke puncak gunung, namun pada akhirnya batu itu bergulir jatuh kembali.***
─Setia Naka Andrian, penyair kelahiran Kendal, dosen Fakultas Pendidikan
Bahasa dan Seni Universitas PGRI Semarang (UPGRIS).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar