Bacalah Kami
Bacalah
kami. Bacalah.
Indonesia
seperti ini lagi.
Bacalah.
Kami seakan tidur lagi.
Saban
hari menata bantal
yang
berduri-duri
Bacalah
kami. Bacalah.
Bangunkan
kami. Bangunkanlah.
Hari
seperti apa lagi
yang
hendak kau turunkan
dari
istanamu
yang
menjulang tinggi
Bacalah
kami. Bacalah.
Indonesia
bangun pagi.
Sedangkan
kau masih keringetan
di
ujung tidur yang gemetar.
Lihatlah,
kami hinggap
dalam
episode yang penuh dengan
hamparan
tanah tak berpasir lagi
Bacalah
kami. Bacalah.
Kami
singgah sesekali
dalam
diri lain.
Bacalah
kami. Bacalah.
Surga
beranak-pinak
dalam
dasar lelap
dan
godaanmu
yang
bermekaran lagi
Bacalah
kami. Bacalah.
Indonesia
membangunkanmu
dari
setiap petaka.
Bacalah
kami. Bacalah.
Pagi
semakin gundah.
Mengeja
hari-harimu
yang
kian patah-patah.
Kendal,
Agustus 2017
Kami Membacamu
Kami
membacamu. Kami mengeja.
Bagaimana
degup dada dan hentak kaki berirama.
Kami
membacamu. Kami mengeja.
Bagaimana
suaramu menghantam semangat kami.
Dalam
batin dan segenap jiwa.
Kami
membacamu. Kami mengeja.
Tanah
air bergerak menuju ke hadirat raga kami
yang
tak pernah sempurna. Kami membacamu.
Kami
mengeja. Peluh dan keringat tumpah mengaliri
setiap
waktu. Saat kami tumbuh menjadi jejak
yang
tak sanggup bersuara tanpa kemerdekaan darimu.
Kami
membacamu. Kami mengeja.
Betapa
hidupmu tak pernah sia-sia.
Betapa
perjuanganmu tak pernah kunjung reda.
Kami
membacamu. Kami mengeja.
Betapa
segalanya tumpah menjadi satu.
Menjadi
Indonesia. Negeri yang tak pernah goyah
sepanjang
masa. Selama-lamanya.
Selama
kami membacamu. Selama kami mengejamu.
Kendal,
Agustus 2017
Dua Hari Dua Malam
Dua
hari dua malam
Lewat
dalam dua jam yang getar
Aku
ingin sejenak bertapa
di
bahumu sebelah kanan
Dua
hari dua malam
Roda
tak lagi diputar pelan
Aku
ingin bersamamu pulang
Menuju
hari-hari berlalu lalang
di
sekitar rintik dan telapak tangan
Dua
hari dua malam
Aku
tak ingat apa-apa
Begitu
pula denganmu
Yang
lenyap dalam pelajaran
dan
masa silam
Dua
hari dua malam
Aku
tak kunjung bangun
Dari
sisa-sisa pengembaraan
dan
kau, meninggalkan jasadku
Yang
gemuruh di balik doa-doa
Hingar-bingar
dalam dada-dada
Kendal,
Agustus 2017
Berdiri di Luar
Maka berdirilah kami
Di atas tubuh-tubuh yang berapi-api
Maka melambunglah dada-dada kami
Di bawah ruang yang tak bersekat lagi
Maka berdirilah kami
Dari dalam benak dan batin yang paling sunyi
Dari dalam angan dan ingatan
Maka berdirilah kami
Di atas tubuh-tubuh yang berapi-api
Maka melambunglah dada-dada kami
Di bawah ruang yang tak bersekat lagi
Maka berdirilah kami
Dari dalam benak dan batin yang paling sunyi
Dari dalam angan dan ingatan
yang
kerap tidur di siang hari
Dari dalam takdir yang dikelilingi kehadiran
Dari dalam takdir yang dikelilingi kehadiran
yang
tak mati-mati
Maka berdirilah kami
Dari segalanya yang selalu mencoba belajar
Memahami banyak hal di luar tubuh kami
Menekuri beragam ruang di luar kegagalan kami
Kami kerap berupaya untuk menjadi diri lain di luar tubuh kami
Kami kerap bersandiwara untuk memutar rupa lain
Selain wujud yang diriwayatkan di luar rumah-rumah kami
Maka berdirilah kami
Dari segalanya yang selalu mencoba belajar
Memahami banyak hal di luar tubuh kami
Menekuri beragam ruang di luar kegagalan kami
Kami kerap berupaya untuk menjadi diri lain di luar tubuh kami
Kami kerap bersandiwara untuk memutar rupa lain
Selain wujud yang diriwayatkan di luar rumah-rumah kami
Kami
hendak menjadi serupa, tapi apakah bisa
Kami hendak menjadi seragam, tapi lihatlah
Di luar sana, orang-orang mulai mencangkok lengan tangan-tangannya
Orang-orang menanam beton di punggungnya
Mereka telah lupa, betapa masa lalu
Kami hendak menjadi seragam, tapi lihatlah
Di luar sana, orang-orang mulai mencangkok lengan tangan-tangannya
Orang-orang menanam beton di punggungnya
Mereka telah lupa, betapa masa lalu
telah
membentuk diri sangat lain bagi sesamanya
Mereka telah lupa, betapa masa depan
Mereka telah lupa, betapa masa depan
telah
menjunjung berjabat-jabat cerita
Kini, kami seakan belajar lagi
Untuk tidak sekadar tenggelam dalam keriuhan
Kini, kami seakan belajar lagi
Untuk tidak sekadar tenggelam dalam keriuhan
yang
sesungguhnya diciptakan saudara sendiri
Maka berdirilah kami, melampaui pagar dan dinding
Maka berdirilah kami, melampaui pagar dan dinding
yang
sesungguhnya hanya telah dibuat
oleh
orang-orang di rumah kami sendiri
Maka berdirilah kami
Saat kami melihat, betapa megahnya diri mereka
Maka berdirilah kami
Saat kami melihat, betapa megahnya diri mereka
menjelmakan
diri kami
Maka berdirilah kami, bersama-sama mereka,
Maka berdirilah kami, bersama-sama mereka,
atau
siapa saja, untuk mengembalikan segalanya
Kembali merenungkan betapa eloknya rumah kita
Rumah yang didirikan atas berupa rumah-rumah
Rumah yang telah berdiri di atas kepala leluhur milik kita sendiri..
Semarang, September 2017
Kembali merenungkan betapa eloknya rumah kita
Rumah yang didirikan atas berupa rumah-rumah
Rumah yang telah berdiri di atas kepala leluhur milik kita sendiri..
Semarang, September 2017
Kiai Syarif
Kami
tak tahu, sudah tumbuh
dukuh-dukuh
baru
Kami
tak tahu,
Sudah
mekar pengikut-pengikut baru
Kami
tak tahu,
Sudah
berapa ratus kemuliaan
tumbang
dalam
punggung sejarah baru
Lihatlah,
kami bisa apa
Jika
bumi tunduk
Lihat,
di sekitar Wanglu Gedhe itu
Bukti
bagi ke hadirat
kepada
iman
dalam
satu musim
yang
melipatgandakan tubuhnya
Bahkan
kami tak tahu, ada apa
dengan
Kyai Syarif
Ia
dirikan rumah, tempat bersembah
Bagi
penyebaran Islam
di
sekujur Poncorejo
Masa
itu, ia mengajarkan agama
Meriwayatkan
ketiadaan dan keabadian
Yang
kerap menyundul-nyundul di dada
masyarakat
Dukuh Binangun,
Bandingan,
Kaumsari, dan Planjen
Meski
bagi Kalang,
tiada
bisa tertembus syiar
yang
dibawa olehnya
Tubuh
mereka tergeletak
Membaca
tuhan dalam terbata
Membaca
diri dalam sepenuh tiada
Kendal,
September 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar