Kami Diajak Bertapa
Kami
yang telah diajak bertapa
Bersama
mereka, anak-anak
yang
kerap girang sebelum petang
dititipkan
kepada siapa-siapa
Kami
yang telah diajak bertapa
Bersama
mereka, ibu-ibu
pencuci
piring di bawah pohon-pohon
yang
gagal kekal
Sebelum
segalanya tak tahu
akan
ditumpahkan ke mana
Kami
yang telah diajak bertapa
Bersamamu,
Tuan
Kami
rela menjadi rupa atau ketiadaan
Bahkan,
kami telah mengirim kepadamu
Satu
meter tanda tanya
di
bawah kening-kening
yang
tak sempat pecah itu
Meski
kerap dibanting habis-habisan
di
bawah hujan dan terik dadamu
yang
kian tak lapang
Kau
tahu, Tuan,
Bahwa
dalam segenap kegagalan
dan
segala degub yang kerap memilih hilang
Kami
berupaya mengirim ke hadiratmu
Bersama
para pemanjat pilu
Yang
kian bersetia
dengan
paras wajahmu
dan
sisa hujan yang tanggal
dengan
malu-malu
Demi
keangkuhanmu, Tuan
Telah
kami hancurkan
diri
kami sendiri
Atas
nama keriuhan dan kepenatan
Kami
rela menggagalkan waktu
Yang
kian bergerak mengelabui
cara
buruk bunuh diri sendiri
Demi
keangkuhanmu, Tuan
Yang
tak pernah rela disiplin
Mengukur
jejak-jejak kehilangan
Saat
kami diburu benda-benda gagal
Yang
kerap malih wujud
di
balik kegagapan
Hingga
di tengadah jalan
yang
tak lagi lengang
Kami
bersamamu, Tuan
Menghitung
mundur jejak-jejak
yang
berlalu
Selepas
itu, betapa hari-hari kami
Seakan
kian disembunyikan
dalam
diri lain
yang
tak sempat kita temukan
sebelum
atau sesudahnya
Kami
seakan tak pernah
mencari
mata-matamu
yang
urung bertekuk-tubuh itu
Bahkan
guyur hujan ini, Tuan
Kali
pertama segalamu tanggal
dari
diri kami sendiri
Namun
kami yakin, Tuan
Tuhan
telah melepas kami di sini
Diminta
mengembara dalam bara
Merencanakan
dalam titik-titik tak berupa
yang
mengumpamakan jejak dan doa-doa
Dan
di ruang ini, Tuan
Kami
seakan diciptakan kembali
Di
antara kerangka masa depan
yang
terbelah-belah
Kami
diajak menumbuhkan kembali
Apa
yang bermula dan apa yang bermuara
Bahkan,
kami hendak diajak menyuarakan lagi
Bagaimana
kepulangan
yang
tumbuh di luar alam pikiran
Lalu
selepas ini, akan kau kirim
ke
mana lagi kami, Tuan
Jutaan
jam yang lalu,
kami
telah kau ajak
untuk
menyeberangi sungai-sungai tanpa perahu
Kami
juga kerap kali kau paksa
untuk
mengarungi laut-laut
yang
tak lagi biru
Dan
kami semakin gagal, Tuan
Bahwa
kamilah kabar
yang
kau kirimkan kala itu
Saat
segalanya tak sempat menanami dirinya
dengan
segenap rindu
Kamilah
misteri yang kau ajarkan
turun-temurun
ke hadirat anak-cucu
Mitos
dan mimpi buruk
yang
telah kau ramu tanpa pintu
Kamilah
kerja yang kau ciptakan
dari
tubuh-tubuh renta
Riwayat
kehilangan
yang
terus menggerakkan
segala
yang kerap bermula
dan
tak pernah berakhir di mana-mana
Dan
suatu saat nanti, Tuan
Ketika
malam telah begitu berbinar
Memikirkanmu
lagi adalah cara lain
Untuk
berpandai memilih kekalahan
Segalanya
melimpah ruah
Di
balik nada dari mulut-mulutmu yang pecah
Kendal,
Februari 2018
Maka Hijrahlah Kami
Jika
benar, kau tak dikirim
Dari
banyak warna dalam kitab suci
Maka
hijrahlah kami
Menyusuri
pagi-pagi
Yang
tak sempat ditiduri
tubuhmu
sendiri
Jika
benar, kau tak dikirim
Dari
banyak warna dalam kitab suci
Maka
hijrahlah kami
Dari
segala yang tak menemukan
suara
yang kau janjikan
Hingga
kami menemukan
Patahan-patahan
luka
Yang
dalam-dalam
Jika
benar, kau tak dikirim
Dari
banyak warna dalam kitab suci
Maka
hijrahlah kami
Meninggalkan
rupa wangi
Meninggikan
arah telunjuk jari
Jika
benar, kau tak dikirim
Dari
banyak warna dalam kitab suci
Maka
hijrahlah kami
Menyusupi
liang-liang kecil
Yang
tiada pernah kami temukan lagi
Jika
benar, kau tak dikirim
Dari
banyak warna dalam kitab suci
Maka
bolehlah kami sebut diri
yang
gagal ini
Diri
yang angkuh,
Yang
kerap mandi selepas
Hangus
dalam bara apimu
Jika
benar, kau tak dikirim
Dari
banyak warna dalam kitab suci
Bolehkah
kami bersimpuh
Di
antara hutan-hutan
Yang
tak lagi dikepung nama-namamu?
Kendal,
Februari 2018
Lahir dari Rindu
lahirlah
kami dari rindu
dan
batu-batu
ketika
segala hal
telah
menjadi
selain
dirimu
lahirlah
kami dari rindu
dari
segala napas
dan
segenap kata
yang
diucapkan
selain
dari mulutmu
lahirlah
kami dari rindu
dari
duka, yang lupa
dikirimkan
penyair,
para
pemahat debu itu
yang
kerap ragu
menciptakan
dirinya
dari
segenggam mimpi
yang
lucu-lucu
lahirlah
kami dari rindu
dari
peperangan yang maha benar
yang
memilih pergi,
mencari
tahu
di
mana kadar iman
di
mana kepulangan panjang
Kendal,
November 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar