Barangkali memang sudah menjadi kebiasaan bagi siapa
saja, selepas bepergian akan selalu ditagih oleh-oleh. Diminta cendera mata
oleh siapa saja. Sudah, itu pasti. Entah bagi yang serius meminta, menanti,
atau yang hanya iseng semata. Atau entah.
Nah, sama halnya dengan lawatan saya ke Negeri
Penjajah kali ini, sejak 16 Oktober hingga 14 Desember 2019. Tidak sedikit
teman, saudara, kenalan, mantan, atau siapa pun, yang meminta cendera mata itu.
Terus terang, dan bukan berlagak sombong atau
bagaimana. Maaf, jika teman saya, kenalan saya, atau saudara saya sedikit dan
bisa dihitung dengan jari, pasti sudah saya bawakan apa pun yang diminta. Entah
baju, celana, kaos, topi, sepatu, sandal, kaca mata, meja, kursi, almari, atau
bahkan calon pasangan pun akan saya bawakan bagi teman-teman yang masih
mengidap jomblo akut. Hehe.
Selain itu, lawatan saya ini sangat terbatas.
Barangkali tak sesederhana yang terbayangkan. Bahkan terbatas tidak hanya
ukuran nominal uang saja, namun waktu dan banyak hal lain. Dan memang, sejak
dulu kala, saya paling malas membawakan apa pun. Diminta atau dititipi apa pun
yang tentunya segala itu di luar kerja lawatan saya. Jika itu masih terkait
dalam lingkaran kerja kreatif, bisa jadi saya masih akan membantu. Itu pun jika
kerja lawatan saya sudah aman.
Sering saya diumpat, dicibir, atau apa pun di sekitar
itu, sebab tak bisa memenuhi. Dan barangkali saya akan dianggap egois, tidak
tahu diri, tidak mau membantu, dan lainnya di sekitar itu. Tolong dan maaf,
barangkali Anda tak tahu kondisi yang sesungguhnya dihadapi. Bagaimana
kaki-kaki dan tangan-tangan saya, mata saya, telinga saya, mulut dan hidung
saya bergerak dalam kerja lawatan ini. Bagaimana tubuh yang selalu berperang
dengan musim yang durjana dan lainnya. Ya, barangkali dikira semua enak,
nyaman, melenggangkan tubuh di tanah residensi sebagai turis bergelimang
kemewahan. Tidak, sungguh, tidak sesederhana itu, Kawan! Suatu saat akan saya
kisahkan satu-satu.
Ini lawatan saya kali ketiga, jika diukur sebagai
sebuah kerja kreatif yang cukup lama dan jauh. Kali pertama saat hinggapi
Kelantan Malaysia, lalu sebulan di Polewali Mandar Sulawesi Barat, dan kali
ketiga ini selama dua bulan di Leiden Belanda. Bahkan saat menjalani itu semua,
istri saya pun tidak saya beri oleh-oleh apa pun. Duh!
Tentu saya juga ingin belajar adil, satu tidak, ya
yang lain tidak. Satu sama, ya yang lain sama. Maka sudah, saat ini saya
menciptakan sebuah Cindera Kata. Itu berwujud pembatas buku, memuat sebuah
puisi saya dan foto atas lukisan yang saya ambil dari Rijksmuseum Amsterdam.
Ya, puisi itu berjudul "Amsterdam Kemarin".
Salah satu puisi yang saya tulis saat menjalani residensi, kerja lawatan di
Negeri Penjajah ini. Dan, puisi itu tak lain merupakan salah satu puisi yang
bakal masuk dalam buku terbaru saya. Judul buku dan penerbitnya, masih
dirahasiakan. Nanti saat yang tepat, pasti akan saya kabarkan.
Ya, begitu sederhananya. Maaf, dan sungguh maaf bagi
siapa pun yang kerap mengharap serta memohon segala itu. Sungguh, bukan maksud
apa-apa. Jika Anda termasuk yang mau memperoleh Cindera Kata itu, boleh mampir
atau temui saya. Selama persediaan masih ada, pasti saya berikan.
Memang, awalnya saya berniat mencipta Cindera Kata
berupa buku. Namun segala itu urung, selepas ada tawaran dari sebuah penerbit
yang hendak mengapresiasi karya saya. Tentu selepas saya pulang dari residensi
ini. Selepas berembuk dan melewati pertimbangan cukup panjang dengan penerbit,
maka terputuskanlah jalan baik itu. Cindera Kata tidak lagi sebuah buku, namun
sebuah pembatas buku.
Ya, begitulah. Terkadang segala sesuatu tak semulus
yang kita rencanakan. Semua bisa berubah. Yang pasti, segala oleh-oleh itu tak
jauh-jauh dari kata. Mau bagaimana lagi, hanya itu yang bisa saya berikan.
Tidak bisa lebih. Jika hendak minta lebih, mohon maaf, jangan minta kepada
saya. Minta saja kepada Pak Jokowi, biar dikasih bonus sepeda sekalian deh!
Dan, jika hendak minta lebih dari itu, bolehlah Anda
mengapresiasi buku terbaru saya itu. Bagaimana mau minta gratis pula? Ah,
sepertinya maaf juga. Dan sudah cukup sering pula kiranya saya merelakan
buku-buku saya untuk digratiskan kepada tidak sedikit orang. Bahkan jika
dibanding dengan yang saya jual, tidak akan pernah menutup dengan yang saya
gratiskan. Bolehlah bagi Anda yang sempat saya beri salah satu atau dua buku
saya secara cuma-cuma, acungkan jari dalam hati saja. Dan bolehlah pula jika
ada relawan yang hendak menghitung berapa jumlah orang dan buku yang diterima
itu.
Masak sih mau terus-terusan begitu? Bolehlah disimak
sejenak bagaimana kerja penerbitan itu. Ada proses panjang di balik terciptanya
sebuah buku. Dari mulai proses penulisnya, penyuntingannya, perwajahan dan tata
letak isi bukunya, proses cetaknya, dan lain-lain. Ada kerja panjang dan tentu
sangat lengang. Akan mulai kapan dan dari mana kita menghargai sebuah kerja
kreatif?[]
1 komentar:
Untuk mempermudah kamu bermain guys www.fanspoker.com menghadirkan 6 permainan hanya dalam 1 ID 1 APLIKASI guys,,,
dimana lagi kalau bukan di www.fanspoker.com
WA : +855964283802 || LINE : +855964283802 ||
Posting Komentar